Fenomena ‘Karoshi’ di Jepang, Akibat Budaya Kerja yang Ketat

- Selasa, 10 September 2024 | 14:00 WIB
Ilustrasi Fenomena ‘Karoshi’ di Jepang, akibat kerja berlebihan. (Unsplash.com/Andrew Neel)
Ilustrasi Fenomena ‘Karoshi’ di Jepang, akibat kerja berlebihan. (Unsplash.com/Andrew Neel)

Budaya Kerja yang Ketat

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) bersama-sama mengungkapkan bahwa pada tahun 2021, sekitar 750.000 kematian akibat karoshi secara global.

Penyebab kematian tersebut yaitu akibat stroke dan penyakit jantung sebagai akibat langsung dari bekerja selama 55 jam dalam satu minggu.

Fenomena ini mendapat perhatian yang nyata karena implikasinya terhadap kesehatan masyarakat dan kebijakan tempat kerja.

Faktor yang dinilai publik tentang fenomena karoshi ini di antaranya, jam kerja yang panjang, tekanan pekerjaan yang kuat, dan prosedur kerja yang tidak seimbang.

Oleh sebab itu, penting untuk mengenali tanda-tanda ‘karoshi’ dan mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah yang memengaruhi kesehatan di tempat kerja.

Kebijakan Pembatasan Jam Kerja di Jepang

Pembatasan jam kerja membantu memastikan keselamatan dan kesehatan di tempat kerja, memberikan istirahat yang cukup di antara shift, dan memungkinkan pekerja untuk menyeimbangkan tanggung jawab keluarga dan pekerjaan.

Sosiolog Universitas Keio Junko Kitanaka mengatakan bahwa budaya Jepang yang suka bekerja sampai mati telah mendapatkan perhatian besar dalam dunia kerja secara internasional.

"Pada tahun 1990-an, cerita-cerita tentang pengusaha yang bekerja berjam-jam hingga akhirnya meninggal dunia, atau memilih mengakhiri hidup daripada kembali ke kantor, adalah fenomena budaya yang aneh," kata Kitanaka di hadapan khalayak akademis di Eropa dan Amerika Utara, pada tahun 2021.

Kitanaka mengatakan mereka tidak memahami mentalitas orang-orang yang tidak mau pergi ke psikiater dan yang rela mati demi pekerjaan.

Selain itu, Kitanaka menyoroti Undang-Undang (UU) Reformasi Gaya Kerja yang diresmikan Presiden Jepang Shinzo Abe pada tahun 2018.

Dalam UU Reformasi Gaya Kerja di Jepang itu memberikan kebijakan bagi pengusaha agar memaksa karyawannya mengambil cuti, dengan 50 persen penggunaan cuti berbayar.

Namun, celah lain dalam undang-undang yang memungkinkan kerja berlebihan dibiarkan berlanjut.

Untuk pertama kalinya, pembatasan diberlakukan pada lembur kerja, namun yang ditetapkan sangat tinggi, yaitu 80 jam sebulan.

Halaman:

Editor: Fauzi Ghanim

Sumber: Wired, Kemendikbud, NCBI, Istor Org

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Eksplorasi Lima Destinasi Seru di Puncak Bogor!

Rabu, 24 April 2024 | 04:57 WIB
X