Sehingga biasanya yang terkena imbas dari tindakannya adalah anak kecil, seseorang yang lebih muda dari dirinya, atau bahkan orang yang bergender perempuan.
2. Bersikap superior dengan menanggung beban sendiri
Baca Juga: Kunci Gitar dan Lirik Guruku Tersayang - Melly Goeslaw yang Pas Untuk Peringatan Hari Guru Nasional
Menurutnya, semua masalah harus diselesaikan sendiri, sekalipun persoalan yang sifatnya bahaya.
Hal ini cenderung membuat laki-laki itu menjadi memendam permasalahannya sendiri dan malu untuk bercerita.
Padahal, nggak ada salahnya kalau bercerita ke orang lain atau orang yang dipercayainya. Siapa tau menemukan solusi atau jalan keluarnya atas masalah yang dihadapinya.
Baca Juga: Ganda Putra Indonesia, Pramudya – Yeremia, Dampingi Kevin – Marcus di BWF World Tour Finals 2021
3. Dituntut untuk menahan emosi hingga menyebabkan setres bahkan depresi
Tak seperti perempuan yang bebas mengekspresikan emosinya, justru laki-laki harus dituntut untuk menahannya, karena hal itu dianggap ‘feminim’ yang tak seharusnya dilakukan laki-laki.
Dampaknya tentu saja mentalnya menjadi tertekan, karena ia harus memendam semua emosinya sendirian. Bahkan saat sedih dan kecewa, laki-laki tak dibolehkan untuk menangis.
Baca Juga: Lowongan Pekerjaan Bulan November 2021 : PT Indoseiki Metalutama Tangerang
4. Sangat dominan hingga membuat hubungan tidak sehat
Dampak dari toxic masculinity ini bisa menjadikan laki-laki itu seorang yang dominan. Karena ia merasa kalau bisa mengendalikan sekitarnya.
Bahkan jika sifat dominannya itu sudah kelewat batas, maka akan membahayakan orang di sekitarnya, terutama pasangan hidupnya.
Dampak lainnya juga bisa membuat hubungan antara laki-laki tersebut dengan orang lain atau pasangannya menjadi tidak sehat. Karena ia merasa berkuasa penuh di dalam suatu hubungan.