Hal ini dikarenakan DEG tersebut merupakan bahan pelarut obat sirup yang harganya lebih murah dibanding bahan pelarut yang lain.
4. Ketidaktelitian BPOM
Kemudian, faktor keempat adalah kesalahan terjadi pada ketidaktelitian BPOM.
Hal ini mungkin saja terjadi jika adanya farmasi yang nakal dan badan pengawas obatnya kecolongan karena tidak teliti.
Oleh karena itu, Badan Pengawas khususnya BPOM Indonesia sudah mengeluarkan pemberitahuan resmi bahwa untuk berikutnya obat-obatan yang didaftarkan atau mungkin yang diperpanjang sudah tidak boleh lagi menggunakan pelarut DEG dan EG, khususnya dalam pembuatan obat sirup.
Untuk itu, semoga BPOM juga bisa segera mengkonfirmasi atau memberitahu kabar terbaru bahwa sudah ditemukan obat mana saja yang memang harus ditarik dari peredaran karena adanya kandungan DEG dan EG yang melebihi dari batas normal.
Namun, dalam hal ini semoga saja tidak ada obat yang seperti itu di Indonesia karena kasus ini pada dasarnya bukan kasus yang terjadi di Indonesia, melainkan kita berkaca dari kasus yang terjadi di Gambia.
Kemudian, sampai saat ini pun dr. Gerry juga masih menunggu konfirmasi surat keterangan resmi dari masing-masing farmasi yang masih memproduksi paracetamol sirup.
Baca Juga: Lirik Lagu Anti-Hero Dinyanyikan Taylor Swift Lengkap Dengan Makna Lagu dan Terjemahan Indonesia
Beliau ingin mendapat keterangan resmi dari mereka bahwa paracetamol sirup terutama yang mereka gunakan tidak tercemar oleh kandungan DEG dan EG yang melebihi dari batas normal.
Lalu, jika mereka tidak menggunakan DEG dan EG, beliau akan jauh lebih menyukainya.
Jadi, sebetulnya obat paracetamol di Indonesia ini belum pasti atau belum tentu tercemar.
Demikan informasi larangan penggunaan obat sirup beserta penyebab dan faktor-faktornya menurut dr. Gerry Adrian Wiryanto.***