ENAMPAGI.ID - Benteng Fort de Kock, yang terletak di Bukit Tinggi, adalah salah satu situs sejarah yang penting di Sumatera Barat, Indonesia.
Benteng ini dibangun oleh Belanda pada abad ke-19 sebagai bagian dari upaya mereka untuk mengendalikan perdagangan rempah-rempah di wilayah tersebut.
Namun, sejarahnya tidak hanya sebatas sebagai bangunan pertahanan, tetapi juga mencerminkan dinamika politik, ekonomi, dan sosial pada masa kolonial.
Benteng ini dinamai dari seorang jenderal Belanda, Baron Hendrik Merkus de Kock, yang memimpin pembangunan benteng pada tahun 1825.
Baca Juga: Wisata Kuliner Bukit Tinggi Patut Dicoba
Lokasinya yang strategis di atas bukit memberikan keuntungan taktis bagi Belanda untuk mengawasi dan mengontrol wilayah sekitarnya.
Benteng ini dirancang dengan sistem pertahanan yang kuat, termasuk dinding-dinding tebal, parit-parit, dan meriam-meriam untuk melindungi penduduk Belanda dan aset kolonial mereka dari serangan musuh.
Selama masa penjajahan Belanda, Benteng Fort de Kock menjadi pusat administratif di Bukit Tinggi.
Di sekitar benteng, tumbuhlah sebuah kota kecil yang menjadi pusat perdagangan dan aktivitas ekonomi.
Namun, pada masa Perang Dunia II, benteng ini berada di bawah kendali Jepang setelah mereka berhasil menaklukkan Hindia Belanda.
Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, benteng ini kemudian menjadi saksi bisu dari perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaannya dari penjajahan asing.
Baca Juga: Sawah Lukis Binjai, Tempat Healing Yang Instragramable Di Sumatera Utara
Hari ini, Benteng Fort de Kock telah menjadi objek wisata yang populer di Bukit Tinggi. Pengunjung dapat menjelajahi reruntuhan benteng yang masih tersisa dan menikmati pemandangan spektakuler Bukit Tinggi dari ketinggian.
Selain itu, di sekitar benteng, terdapat berbagai warisan budaya dan bangunan bersejarah lainnya yang dapat dikunjungi oleh wisatawan, seperti Istana Pagaruyung dan Jam Gadang.
Namun, meskipun menjadi daya tarik wisata, Benteng Fort de Kock juga menjadi pengingat akan masa lalu yang pahit dari masa penjajahan.